Selepas 2
hari menjadi Parisian, saya melanjutkan perjalanan ke kota Lyon (katanya dilafalkan
sebagai ’Liung’, atau semacam itu). Saya sengaja memilih Lyon mengingat ini
adalah salah satu kota besar di Perancis yang posisinya bisa dikatakan cukup
dekat ke Chamonix, kota yang menjadi tujuan utama saya melakukan trip ke
Perancis. Berangkat dari stasiun bus Paris Gallieni saya tiba di Gare de Lyon–Perrache
setelah menempuh perjalanan sekitar 6 jam. Berikut beberapa catatan kecil saya
selama di kota ini, we’ll find out soon bagaimana cara Lyon meninggalkan kenangan
manis tersendiri bagi saya:
1. Lyon disebut-sebut sebagai the capital of gastronomy di Perancis, yang
artinya kota ini sangat terkenal dengan wisata kuliner nya. Tidak
seperti Paris yang tampak sibuk sepanjang hari, menurut saya Lyon tampak tenang
dari pagi sampai siang hari. Menjelang sore hari, kota menjadi hidup dengan
banyaknya warga yang ke luar rumah dan menghabiskan waktu dengan
nongkrong-nongkrong di cafe atau di restoran, berbincang hangat dengan keluarga
dan teman, ataupun sekedar mengajak anjing jalan-jalan. Perpaduan antara ramai
namun menenangkan, mungkin itulah kesan yang ditunjukkan Lyon pada saya.
(Area di sekitaran Jean Mace)
2. Sebelumnya
saya sempat menceritakan rencana untuk pergi ke Perancis ke salah seorang teman italia, dia
bilang ’Oh kamu harus coba keju Perancis. Mereka terkenal dengan keju nya, lots
of great and smelly cheese there..’
Beruntungnya di hari Sabtu pagi tanpa
sengaja saya bisa mampir ke semacam pasar kaget gitu, di sekitaran jalan Jean
Mace, yang menjual beragam jenis makanan mulai dari daging, buah-buahan, kacang-kacangan
sampai beragam jenis keju-kejuan, dari yang berukuran
besar sampai yang sudah di potong kecil-kecil. Saya sempatkan membeli keju-keju kecil dari beberapa varian yang di mix seharga sekitar
3 euro per 100 gram. Sebenarnya saya bukan penikmat keju juga, paling banter biasanya
cuman pakai cream cheese untuk dioles di roti. Terlebih ketika melihat penampakan
keju-keju yang didisplay di etalase saat itu, yang bagi saya tampak seperti keju
jamuran, well it wasn’t very tempting to me honestly, haha. Tapi begitu saya
cobain keju yang dibeli saya membatin, ‘hey it isn’t that bad!!’. Terus saya coba
makan lagi, eh makin lama lidah saya makin terbiasa dengan rasa keju nya yang
mild, dikombinasi dengan sedikit rasa asam dan pahit, plus sedikit berbau namun
tidak sampai menusuk. Dan lama-lama saya malah jadi suka, akhirnya itu keju
saya camil sepanjang perjalanan hehe.
(Menikmati Keju Perancis ^^)
3. Sebagai
turis, saya senang deh dengan transportasi publik di Lyon yang harganya terjangkau.
Kalau di Paris menggunakan sistem zonasi, yang berarti harga tiket akan berbeda-beda
tergantung zona area, di Lyon saya cukup mengeluarkan 5.8 euro untuk membeli
tiket transport yang bisa digunakan di semua jenis kendaraan umum, sepanjang 24
jam dan berlaku untuk semua area (tanpa sistem zonasi). Saya puas banget bisa
menjelajahi area kota, yang menurut saya tidak begitu besar, namun indah tata
letaknya karena dikelilingi oleh perbukitan. Saya menghabiskan beberapa waktu
untuk pergi ke Vieux Lyon, atau dikenal juga sebagai The Old Town. Disini bisa
kita jumpai bangunan-bangunan tua dengan gaya arsitektur yang klasik dan
elegan. Kecantikan lain dari kota ini adalah posisinya yang merupakan titik
pertemuan 2 sungai, yakni sungai Rhone dan Saone. Menghabiskan waktu dengan
duduk-duduk di tepian sungai sambil menunggu senja yang datangnya terlambat
saat summer juga menjadi salah satu kegiatan favorit saya.
(The Rhone River)
(The Rhone River)
4. Trip ke Perancis kali ini terasa begitu berkesan bagi saya, terlebih karena hampir di setiap kota yang saya kunjungi, saya bisa berjumpa, berkenalan dan akhirnya berteman dengan orang-orang baru. Lyon mempertemukan saya dengan Celin. Kami berjumpa saat sama-sama mengunjungi Basilica of Notre-Dame de Fourviere. Gadis ini adalah turis lokal yang tinggal di kota lain di Perancis. Dari Basilica kami pergi bersama mengunjungi Rhoman Theatre, Sungai Rhone dan menyempatkan diri ke Parc de la Tete d’or. Yang terakhir ini adalah urban park luas dengan danau dan kebun binatang kecil di dalam nya. It was so nice meeting you, Celin!! :)
(Theatres Romains de Fourviere)
5. Salah
satu agenda yang masuk dalam list saya adalah trip ke universitas-universitas di
Perancis. Saat di Paris meskipun saya tidak sempat ke kampus utama Sorbonne
University, namun saya sempat berjalan-jalan di sekitaran area reserach house
nya yang berada di Rue Serpente. Nah saat di Lyon ini saya bisa sebentar
mengunjungi kampus Ecole Normale Superiure de Lyon di sekitaran Allee d’Italie.
Area kampus sepi karena sedang libur summer.
Saat pulang dari Ecole, saya kesulitan
mencari halte terdekat. Saya sempat melongok kesana kemari, karena merasa
saya tadi sudah melewati jalan itu saat datang tapi kok ya bisa berubah
letaknya saat saya mau pulang. Ternyata saya berada di jalan yang berbeda
dengan saat saya datang sebelumnya. Seorang
ibu-ibu berumur yang melihat saya kebingungan mengecek google map, menanyakan
beberapa pertanyaan dalam bahasa Perancis. Saya yang tidak mengerti sama sekali
apa yang beliau bicarakan hanya menjawab dengan yes yes, haha. Dari gesture
tubuhnya, tampaknya beliau tahu saya sedang kebingungan dan berniat membantu. Saya bilang dalam bahasa Inggris kalau saya ingin menemukan jalan ke halte
bis supaya bisa menuju ke Musee des Confluences, sambal menunjukkan tulisan ’Musee
des Confluences’ di layar hp. Lalu beliau mengajak saya berjalan untuk
menunjukkan halte tsb.
(Musee des Confluences)
Sepanjang perjalanan saya benar-benar mati gaya karena
tidak mengerti sama sekali apa yang beliau bicarakan, dan beliau juga tidak
mengerti apa yang saya maksud. Akhirnya kami hanya menggunakan bahasa tarzan dan
menebak kira-kira apa maksud satu sama lain sambil berharap tebakan itu benar
haha. Perjalanan menuju halte terasa begitu jauh, rasanya kami berjalan
terus namun belum juga sampai ke tempat tujuan. Karena saya merasa
kasihan dengan beliau, akhirnya saya
ketikkan kalimat begini di hp saya ’I can go there by myself, you don’t have to
go with me’ lalu saya gunakan google translate untuk menterjemahkan ke dalam
bahasa Perancis. Akhirnya saya tunjukkan terjemahan di layar hp ke beliau, lalu
beliau membaca sambil bergumam ’Je peux y aller seul, tu n'es pas obligé d'aller avec moi’.
Sebagai
jawaban, beliau memberikan gesture semacam ‘oh gak apa-apa kok’ dan terus
memimpin saya berjalan. Setelah perjalanan yang rasanya begitu lama, akhirnya
kami tiba di halte. Saya cek di google map, ternyata kami berjalan kaki hampir
2 km. Wow, what a distance!! Terlebih karena beliau sudah tampak berumur, saya khawatir beliau kelelahan karena mengantarkan saya. Setelah sampai di
halte, beliau menyuruh saya duduk di kursi sambil menunggu kereta tram yang sebentar
lagi tiba. Tak lama kereta tram saya tiba, lalu beliau mencium saya di pipi bolak-balik
dan menunggui sampai saya naik ke dalam tram. Dari jendela tram saya lihat
beliau melambaikan tangan sambil tersenyum hangat sebelum akhirnya berjalan
kaki menuju arah yang saya tidak ketahui. Sungguh hati saya meleleh rasanya,
haha jadi melankolis begini. Itu adalah moment paling menyesakkan saat saya
tidak bisa berbahasa Perancis, karena saya bahkan tidak mengetahui nama
beliau. Sebelumnya saat di perjalanan saya sempat menanyakan nama beliau, yang
saya tangkap beliau jawab ‘Martina’ atau semacam itu, namun saya tidak yakin mendengar pelafalannya dengan benar. Pengalaman
bertemu dengan Martina, atau siapapun nama beliau, adalah penutup manis kunjungan
saya ke kota ini. Au revoir, Lyon..
(de l'lle Barbe)
(Enjoying sweet-sour pastries)
No comments:
Post a Comment