Friday, May 11, 2012

Torey Hayden, Aku dan Dina

Selalu menguras emosi. Itulah yang kurasakan. Beberapa menit yang lalu aku menyelesaikan membaca salah satu buku karya Torey Hayden yang berjudul “Mereka Bukan Anakku:Jalinan Kasih yang Tersisih” atau yang dalam versi aslinya berjudul “Somebody Else’s Kids”. Sama seperti buku Torey yang sebelumnya pernah kubaca, di buku ini pun Torey menceritakan pengalamannya dalam menangani dan mengajar anak-anak berkebutuhan khusus; ada Lori, anak yang mengalami kerusakan otak akibat siksaan orang tuanya; si Boo, anak autistik yang seperti hidup di “dunia peri”; Tomaso, anak temperamental yang emosinya terganggu karena pernah menyaksikan kejadian traumatis (ayahnya ditembak mati oleh ibu tirinya di depan matanya sendiri); serta ada Claudia, gadis dua belas tahun yang hamil.
Tak terhitung berapa kali aku menangis ketika membaca buku Torey.  Sebagian besar menangis karena sedih membayangkan berbagai macam hal yang dialami Torey bersama anak didiknya. Yang lebih parah, Torey mampu membuatku merasa sedih, bahkan setelah aku menamatkan membaca bukunya.  Rasa sedih yang belum mampu aku jelaskan mengapa dan bagaimana; sejauh ini aku hanya mampu meraba.
Mungkin aku sedih melihat bagaimana Torey dapat merasa begitu bahagia di antara sekian banyak keterbatasan - baik fisik maupun mental – yang diderita murid-muridnya. Mungkin juga aku sedih ketika mendapati Torey dapat begitu memaknai hal-hal yang terjadi di sekelilingnya; menjadikan batas penting dan tidak penting; berguna-tidak berguna; berarti-tidak berarti; yang biasanya diberikan oleh kita manusia menjadi bias dan tak kasat mata. Dan sangat mungkin aku merasa sedih karena Torey mampu menyadarkanku akan “keakuan” yang selama ini menjadi poros hidupku.
Selama ini pikirku, aku adalah segala stimulus terjadinya hal-hal disekitarku. Aku begitu peduli terhadap “Aku”. Aku juga mencoba untuk peduli pada orang lain, tapi tentu saja setelah aku menghabiskan waktu dengan “Aku”. Aku selalu memikirkan tentang rencanaku, bagaimana aku, akan seperti apa aku, dan bermacam-macam hal mengenai aku; tanpa benar-benar peduli pada yang lainnya. Egosentris, itulah selama ini “Aku”.
Aku menyadari hal itu, meskipun mungkin belum banyak yang telah ku lakukan untuk memperbaikinya. Setidaknya  setelah membaca buku Torey aku menyadari bahwa ada begitu banyak hal-hal penting lain selain apa yang selama ini aku anggap penting. Setidaknya terbersit keinginan untuk mencoba belajar; berusaha agar aku mampu lebih berempati. Mencoba menyadari bahwa dunia ini berputar bukan hanya karena “Aku”, dan Allah pun menciptakan kehidupan tidak semata untuk “Aku”.
Mengenai buku Torey, mungkin ini buku ke tiga Torey yang pernah aku baca. Dalam menikmati karya Torey aku tidak sendiri. Setidaknya dulu ketika memulainya aku tidak sendiri. Dulu aku bersama Dina Hayati. Dia lah yang memperkenalkan kami; aku dan Torey Hayden, itu mungkin sekitar tujuh atau delapan tahun yang lalu saat kami masih duduk di bangku SMA. Melalui buku yang kupinjam darinya aku menjadi tahu cerita Torey tentang Sheila; itu salah satu buku Torey yang terkenal. 



Dengan membaca kembali karangan Torey kali ini, aku sekaligus membangkitkan kenangan akan sosok Dina Hayati. Sosok yang menyisakan ruang kosong di hatiku setelah kepergiannya ke alam baka sekitar empat tahun yang lalu. Sosok yang tidak mungkin dapat kujumpai lagi betapapun aku merindukannya. Yah, inilah akhirnya..Membaca buku Torey Hayden sangat berguna, mengingatkanku pada dua hal sekaligus; untuk belajar mengendalikan ke-Aku-an ku serta untuk mengingatkanku kembali akan nuansa kehidupan dan indahnya persahabatan yang Dina tawarkan. Kali ini posisinya berubah, dahulu Dina lah yang memperkenalkan aku dengan Torey hayden, tapi sekarang Torey lah yang membuat aku dan Dina reuni kembali, meskipun terbatas pada ruang imajiner dalam pikiran dan hatiku.
Senang rasanya beberapa hal di sekitarku, bahkan mungkin sekali itu hal yang kecil dan tidak berarti bagi banyak orang, namun mampu menghubungkan aku dengan sosok Dina. Hal-hal yang dulu sering kami lakukan bersama-sama atau hal-hal yang dulu sama-sama kami suka. Pun begitu, ketika melihat nama Torey Hayden tertera pada sebuah buku di rental penyewaan buku beberapa hari yang lalu, aku bergegas mengambilnya. Terhadap banyak alasan, aku sangat bersyukur bahwa pada akhirnya aku menyewa buku ini dan membacanya..
(Kamis, 10 Mei 2012; 23.02 WIB)

No comments:

Post a Comment